Potong-potong Manuk

KEMARIN, pas MMS (Main-main Sore) ke rumah Kang Lantip, saya memergoki Yu Marnih duduk tercenung di depan tivi. Pikir saya, dia lagi nonton film impor dari India. Itu lho, yang katanya suka bikin ibuk-ibuk lupa masak dan males mandi.
"Kang Lantip ada, Yu?"
Yu Marnih kaget.
"Kamu, to, Par. Anu ... Papah masih nganterin daun sirih ke rumah simbah. Cuma bentar kok, tunggu saja dulu."
Saya lalu duduk di kursi, seperti biasa tanpa dipersilahkan. Yu Marnih duduk nglesot di lantai semen.
"Nonton Uttaran, Yu? Roman-romannya menghayati betul."
Saya tatap tivi, sedang iklan.
“Ndak. Ini lho, berita. Orang kok tega-teganya merkosa dan membunuh?! Korbannya masih bocah, pelakunya juga masih abege!”
O, saya tahu yang dimaksud Yu Marnih. Yaitu, kasus pemerkosan disertai pembunuhan terhadap Genduk Yuyun (surga untukmu, Nduk). Duabelas dari empatbelas pelaku berhasil diringkus dan dinyatakan sebagai tersangka. Dua lainnya masih buron. Berdasarkan hasil pemeriksaan aparat kepolisian, para pelaku menodai dan menghabisi nyawa korban dengan sangat sadis.
"Seperti bukan manungso saja!"
"Mungkin karna pengaruh alkohol, Yu, mangkanya sampai begitu."
"Alah, dasar orangnya saja, uteknya bosok! Lha, itu Modjo juga doyan arak, tapi ndak neko-neko."
Saya maklum kenapa Yu Marni seperti kena sengat. Dirinya, juga tiga dari empat anaknya adalah perempuan. Dan di antara kisah-kisah sukses Kartini, kasus-kasus yang menyengsarakan dan menjojoh-jojoh perempuan seolah tiada pernah leren bersisembul di negeri ini. Negeri yang bikin bule-bule kerasan dan seneng pada keramahtamahan dan kemurahsenyuman penduduknya.
"Aku jadi kuatir sama Cahya, Bulan dan Purnama. Mereka susah dibilangin. Suka ngenthengke kalo ke mana-mana."
"Ah, Yu Marnih, lebay. Mereka pasti hati-hati, Yu."
"Lho ... Sekarang orang pinter mbujuki, muslihatnya kurang ajar canggihnya. Kamu ingat ndak sama si Srinthil? Diajak jalan sama pacarnya, eeee, ndak taunya dicekoki minuman sampe klenger, terus digarap sama pacarnya dan kawan-kawan pacarnya."
Apa yang dikatakan Yu Marnih memang betul-betul terjadi di kampung saya. Saya pun kenal sama Srinthil, pacarnya dan kawan-kawan pacarnya yang bedebah itu. Melihat polah tingkah pelaku sehari-hari, saya nggak nyangka mereka bisa sebejat itu. Sekarang, mereka mendekam dalam penjara. Sedangkan Srinthil, alhamdulillah, bisa lepas dari trauma.
"Yen aku, Par, penjara saja ndak cukup. Tak sewain pembunuh bayaran, tak suruh ethet-ethet manuknya biar kaing-kaing, trus, baru dimutilasi!"
"Wakakakakak ... Lha kok malah sampeyan yang sadis, Yu."
'Yo, ndak popo. Wong mereka juga sadis e. Itu baru setimpal!"
Darah saya ser-seran, ngeri membayangkan manuk diethet-ethet, dipotong-potong. Pengethet-ethetan manuk sesungguhnya juga pernah terjadi di kampung tetangga. Riil, fakta, nyata. Ceritanya, sang suami punya selingkuhan dan gemar nggebuki sang istri. Akhirnya, karena tak tahan lagi, sang istri memotong manuk sang suami saat tidur pules. Untung nyawa sang suami masih tertolong dan sekarang menikah sama selingkuhannya. Cuma, ya, itu, tanpa manuk!
"Aku pulang saja, Yu."
"Lho, mau ke mana?"
"Kang Lantip belum datang juga, e."
"Iyo, i.  Ndak biasanya lama. Ke mana tuh orang?"
"Tak pulang, Yu."
"Yo, yo ..."
Dalam perjalanan pulang, saya jadi mikir kenapa orang kok tambah semena-mena saja nekatnya, sadisnya dan keparatnya. Tambah gragas perilakunya! Lha wong jaman saya kecil, jaman masih normal, saya kok nggak pernah dengar kabar yang aneh-aneh seperti itu. Aduh duh ... dasar, homo homini lupus.

Kamar Krusek, 5 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar